TEMPO.CO, Jakarta - Petugas Kepolisian Resor Jakarta Barat menangkap 29 orang yang diduga preman dalam Operasi Cemara, Rabu 21 Januari 2015. Operasi preman ini dilakukan di titik-titik rawan perampasan, penodongan, dan penjambretan, seperti di perempatan Slipi, Tomang, Grogol, Kali Angke, Terminal Rawa Buaya, dan Terminal Kali Deres.
"Harapan saya bukan cuma preman, tapi juga pedagang asongan atau pedagang kaki lima juga ditertibkan," kata Kepala Polres Jakarta Barat, Komisaris Besar Muhammad Fadil Imran. (Baca: Berantas Preman, Ahok Siapkan Anggaran Rp 2 Miliar)
Tempo kemudian mengikuti bagaimana polisi menciduk para preman ini. Sebanyak 75 polisi berpakaian sipil menjadi ujung tombak penangkapan. Dengan menggunakan sepeda motor, mereka berkonvoi dari satu titik ke titik lainnya. Jika sampai pada titik yang dimaksud, penyergapan dimulai dengan mendatangi terduga preman satu per satu. (Baca: Polda Metro Gelar Razia, Ratusan Preman Ditangkap)
Di Tomang misalnya, polisi tak langsung menyergap terduga preman. Petugas terlebih dahulu memarkir sepeda motor di tepi jalan. Mereka menandai keberadaan empat lelaki yang bergerombol di bawah pepohonan yang diduga sebagai preman. Tampak ada papan bertuliskan 'ojek' tergantung di pohon.
Mengetahui kedatangan gerombolan sepeda motor yang tak dikenali, empat lelaki tadi tampak siaga. Dua orang, satu bercelana pendek -memperlihatkan tato di betis, satu lagi berkaos hitam berambut gondrong, terlihat berjalan menjauh. Kedua orang ini melangkah menuju gerobak yang menjual minuman dingin.
Dua petugas berpakaian sipil berjalan mengikuti dua lelaki ini kemudian mencengkeram lengannya. Tanpa basa-basi, petugas meminta lelaki bertato dan pria yang berambut gondrong itu ikut. Dua lelaki yang mengaku sebagai pedagang minuman dingin itu memberontak. (Baca: Ahok: Mafia Preman 'Petakin' Monas)
Sejumlah pengojek yang semula duduk-duduk di bawah pohon tadi membela dua lelaki itu. "Jangan dibawa Pak. Dia betulan berdagang minuman," kata seorang pengojek. Keributan kecil terjadi.
Polisi tetap menarik lelaki bertato dan pria berambut gondrong itu ke dalam sebuah angkutan kota yang disiapkan khusus untuk membawa preman, sebelum kemudian diangkut ke truk polisi. "Apabila mereka memenuhi unsur pidana, maka akan langsung diproses, tapi jika tidak akan dibawa ke Panti Sosial Kedoya untuk didalami lagi apakah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau bukan," kata Kepala Bagian Humas Polres Jakarta Barat, Komisaris Polisi Herru Julianto.
Dalam operasi ini, polisi juga menangkap empat remaja di depan Rumah Sakit Harapan Kita. Mereka biasanya menjadi tukang parkir dadakan atau mengamen. "Kalau yang ini, orang tuanya akan dipanggil lalu diminta membina anak-anak ini," kata Wakil Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Jakarta Barat, Komisaris Slamet.
TEMPO.CO, Jakarta - Petugas Kepolisian Resor Jakarta Barat menangkap 29 orang yang diduga preman dalam Operasi Cemara, Rabu 21 Januari 2015. Operasi preman ini dilakukan di titik-titik rawan perampasan, penodongan, dan penjambretan, seperti di perempatan Slipi, Tomang, Grogol, Kali Angke, Terminal Rawa Buaya, dan Terminal Kali Deres.
"Harapan saya bukan cuma preman, tapi juga pedagang asongan atau pedagang kaki lima juga ditertibkan," kata Kepala Polres Jakarta Barat, Komisaris Besar Muhammad Fadil Imran. (Baca: Berantas Preman, Ahok Siapkan Anggaran Rp 2 Miliar)
Tempo kemudian mengikuti bagaimana polisi menciduk para preman ini. Sebanyak 75 polisi berpakaian sipil menjadi ujung tombak penangkapan. Dengan menggunakan sepeda motor, mereka berkonvoi dari satu titik ke titik lainnya. Jika sampai pada titik yang dimaksud, penyergapan dimulai dengan mendatangi terduga preman satu per satu. (Baca: Polda Metro Gelar Razia, Ratusan Preman Ditangkap)
Di Tomang misalnya, polisi tak langsung menyergap terduga preman. Petugas terlebih dahulu memarkir sepeda motor di tepi jalan. Mereka menandai keberadaan empat lelaki yang bergerombol di bawah pepohonan yang diduga sebagai preman. Tampak ada papan bertuliskan 'ojek' tergantung di pohon.
Mengetahui kedatangan gerombolan sepeda motor yang tak dikenali, empat lelaki tadi tampak siaga. Dua orang, satu bercelana pendek -memperlihatkan tato di betis, satu lagi berkaos hitam berambut gondrong, terlihat berjalan menjauh. Kedua orang ini melangkah menuju gerobak yang menjual minuman dingin.
Dua petugas berpakaian sipil berjalan mengikuti dua lelaki ini kemudian mencengkeram lengannya. Tanpa basa-basi, petugas meminta lelaki bertato dan pria yang berambut gondrong itu ikut. Dua lelaki yang mengaku sebagai pedagang minuman dingin itu memberontak. (Baca: Ahok: Mafia Preman 'Petakin' Monas)
Sejumlah pengojek yang semula duduk-duduk di bawah pohon tadi membela dua lelaki itu. "Jangan dibawa Pak. Dia betulan berdagang minuman," kata seorang pengojek. Keributan kecil terjadi.
Polisi tetap menarik lelaki bertato dan pria berambut gondrong itu ke dalam sebuah angkutan kota yang disiapkan khusus untuk membawa preman, sebelum kemudian diangkut ke truk polisi. "Apabila mereka memenuhi unsur pidana, maka akan langsung diproses, tapi jika tidak akan dibawa ke Panti Sosial Kedoya untuk didalami lagi apakah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau bukan," kata Kepala Bagian Humas Polres Jakarta Barat, Komisaris Polisi Herru Julianto.
Dalam operasi ini, polisi juga menangkap empat remaja di depan Rumah Sakit Harapan Kita. Mereka biasanya menjadi tukang parkir dadakan atau mengamen. "Kalau yang ini, orang tuanya akan dipanggil lalu diminta membina anak-anak ini," kata Wakil Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Jakarta Barat, Komisaris Slamet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar