Minggu, 25 September 2011

teori I.W Friedman dalam buku yang berjudul Legal Theory dalam sub bab ilmu hukum

1. RUMUSAN
             Kendati para ahli hukum belum sepakat mengenai definisi ilmu hukum, akan tetapi dari berbagai pendapat yang pernah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa hukum mempunyai empat unsur, yakni :
  1. di dalamnya termuat aturan atau ketentuan
  2. bentuknya dapat tertulis dan tidak tertulis
  3. aturan atau ketentuan tersebut mengatur kehidupan masyarakat, dan
  4. tersedia sanksi bagi para pelanggarnya
Jika keempat unsur tersebut dirangkai, maka hukum dapat didefinisikan sebagai "semua peraturan maupun ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mempunyai materi mengatur kepentingan masyarakat, dan apabila terjadi pelanggaran, maka sanksi hukum akan dikenakan pada si pelanggar".
               Tujuan hukum adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh hukum, yakni keadilan dan kepastian hukum (perlindungan hukum). Tujuan mempertahankan ketertiban masyarakat dicapai dengan cara melindungi kepentingan- kepentingan yang ada dalam masyarakat secara seimbang. Implementasi tujuan hukum tersebut dapat dilaksanakan dalam suatu negara berdasarkan atas hukum.
               Untuk mencapai tujuannya, hukum haruslah ditegakkan. Dalam hal ini hukum diasumsikan sebagai hukum yang baik (walau faktanya ada juga hukum yang tidak baik). Jika kita membicarakan penegakan hukum, maka itu berarti harus membahas sistem hukum. Lawrence Meir Friedman menyatakan ada tiga unsur yang terkait dalam sistem hukum yaitu:
  1. Struktur (structure)
  2. Substansi (substance)
  3. Kultur hukum (legalculture)
Menurut Friedman struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Di Indonesia, misalnya jika kita berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka termasuk di dalamnya struktur institusi institusi penegakan hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, dan lembaga permasyarakatan.
               Yang dimaksud substansi adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup living law (hukum yang hidup),dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang undang atau law books.
               Kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum (kepercayaan). nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum juga adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Jadi kultur hukum sedikit banyak menjadi penentu ialah proses hukum. Dengan kata lain, kultur hukum adalah suasana pikiran, sosial,dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Tanpa kultur hukum maka sistem hukum itu sendiri tak berdaya, seperti ikan mati yang terkapar di keranjang, dan bukan seperti ikan yang berenang di laut.
                Hubungan antara tiga unsur sistem hukum itu sendiri tak berdaya, seperti pekerjaan mekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin, sedangkan kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan.

2. APLIKASI BIDANG KEPOLISIAN
                      Dikaitkan dengan sistem hukum, polisi adalah bagian dari struktur bersama dengan organ jaksa, hakim, advokat, dan lembaga permasyarakatan. Interaksi antar komponen pengabdi hukum ini menentukan kokoh nya struktur hukum. Walau demikian, tegaknya hukum tidak hanya ditentukan oleh kokohnya struktur, tetapi juga terkait dengan kultur hukum di dalam masyarakat.
                            Dalam berbagai kasus, polisi memiliki kesempatan dan seyogyanya dapat memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap koridor hukum nasional. Sebagai contoh, dalam beberapa kasus yang dianggap sebagai pelecehan agama, ada desakan yang kuat dari sebagian masyarakat. Padahal dari sisi hukum positif seharusnya tidak ada ketentuan hukum yang dilanggar. Alhasil, sejumlah orang terpaksa harus dihukum karena sebagian masyarakat menghendaki demikian.

Selasa, 20 September 2011

menyikapi penyakit masyarakat mabuk-mabukan sebagai permasalahan pidana

            Dalam perspektif hukum apapun orang yang mabuk- mabukan di tempat umum adalah melanggar norma hukum, karena telah mengganggu ketertiban umum, sehingga masyarakat di lingkungannya merasa terusik hak pribadinya. Dalam KUHP yang dilarang adalah pemilik tempat/ rumah yang menjual minuman beralkohol kepada orang yang dalam keadaan mabuk dan atau kepada orang yang umurnya belum cukup 16 tahun ( belum dewasa) , dengan kekerasan memaksa seseorang untuk minum minuman yang memabukkan.
            Dalam pasal 300 KUHP secara jelas diuraikan bahwa yang dilarang adalah pemilik tempat penjualan minum yang dengan sengaja menjual minuman keras (beralkohol) tanpa izin; menjual kepada orang yang umurnya belum mencapai 16 tahun; sengaja dengan ancaman kekerasan menyuruh orang untuk minum minuman keras (beralkohol).
               Bagaimana sanksi pidananya terhadap kejadian mabuk mabukan? Dalam KUHP yang dilarang hanya orang mabuk yang sudah membahayakan ketertiban umum (merintangi jalan, mengganggu orang, melakukan perusakan, perkelahian); pemilik tempat/ rumah / kios yang menjual minuman keras kepada orang dalam keadaan mabuk dan atau kepada orang yang diketahui belum cukup 16 tahun; orang yang dengan ancaman kekerasan memaksa orang untuk minum minuman keras.
                   Jadi, bagi orang yang menjual kepada orang yang dalam kondisi normal dan kepada orang yang sudah dewasa tidak dapat dihukum, maksimal bisa dikenakan sanksi pelanggaran atas Perda (untuk daerah yang sudah memiliki Perda). Bilamana di sekitar daerah anda ada penjual minuman keras, warga melarang melalui musyrawarah di lingkungannya dengan pertimbangan :
  1. lokasi penjualan harus ada izin dari pemerintah
  2. lokasi tidak boleh dekat dengan tempat ibadah, lembaga pendidikan, rumah sakit, dengan toleransi berjarak 200 m

Senin, 19 September 2011

peningkatan mutu akademis perwira POLRI dalam sistem manajemen pendidikan POLRI

                    posting by Dimitri Mahendra
                    Dalam menghadapi gangguan kamtibmas yang semakin meningkat. Kemampuan, profesionalitas, tekhnik, mutu, sumber daya dan segala perangkatnya sangatlah dibutuhkan bagi para personel POLRI. Untuk mewujudkan kemampuan yang sesuai dengan standar kualitas pelaksanaan tugas diwujudkan dari kualitas personel melalui edukasi/ pendidikan. Kualitas tersebut harus diwujudkan dengan latar belakang personel POLRI yang memiliki gelar s1,s2, dan s3. 
                    Kepolisian adalah instansi pemerintahan RI yang berfungsi sebagai penegak hukum negeri. Dalam halnya penegakan hukum negeri ini dibutuhkan pula personel yang berjenjang dari tamtama, bintara, maupun perwira. Hirarki tersebut mengharuskan para personel untuk meningkatkan kredibilitas dalam bekerja untuk wujudkan situasi polisi masyarakat yang humanis. Tidak seperti jaman orde baru, pengakuan dari tersangka bukanlah lagi hal yang dikejar dalam pembuktian hasil pidana. Melainkan bukti yang cukup dan saksi mata lah yang sekarang yang membuktikan suatu pidana yang terjadi. Hal tersebut sangat sulit diwujudkan apabila kualitas SDM masih rendah. Oleh karena itu, semua organisasi didukung oleh manajemen pembinaan, hubungan dan tata cara kerja, manajemen material, manajemen keuangan, perencanaan, pemrograman, penganggaran serta pengawasan.
                          Mengikuti perkembangan jaman dan tantangan tupok POLRI, mutu perwira pertama (pama) POLRI yang berlatar belakang akademisi praktisi s1ilmu kepolisian dipertaruhkan melalui lulusan AKPOL sistem baru sarjana tahun anggaran 2012 angkatan 44. Hal ini terbukti dari peningkatan kualitas akademis dari pelajaran kelas seperti penambahan jam belajar, akselerasi materi yang diikuti standar penilaian yang kompetitif, belajar terstruktur, paper exercise, paparan, english day, diskusi dan sistem praktek kepolisian yang sangat mendukung kualitas lulusan nya.
                          Apa yang dilakukan para taruna untuk menciptakan lulusan AKPOL yang akademisi praktisi tersebut? Memang pertanyaan itu agak sulit untuk dijawab. Tetapi dalam pelaksanaan untuk menciptakan lulusan AKPOL berbasis akademisi praktisi s1 itu dilakukan peningkatan penciptaan situasi disiplin akademis, jasmani, sikap perilaku yang berimbang. Dengan kata lain, nilai EQ, SQ, dan IQ dibina dengan sedemikian rupa dengan metode pengasuhan yang memberikan ilmu kepolisian, teknis, hirarki dan tidak menghilangkan tradisi Akademi. 
                         Berbicara masalah tradisi, tidak semua tradisi itu baik, tetapi tradisi yang baik harus ditradisikan. Kata kata itu dikutip dari senior penulis yang sudah melaksanakan tugas di wilayah. Kekerasan adalah tradisi yang kurang baik yang sering terjadi di akademi mana saja. Melihat dengan tujuan tupok POLRI yang humanis, tradisi kekerasan itu benar benar dihilangkan dari AKPOL diganti menjadi keluarga asuh, asih, dan asah yang mengedepankan pembinaan sikap, mental, akademis, dan fisik yang seimbang. Hal itu dirasa positif bagi para taruna untuk menciptakan situasi belajar yang kondusif dengan tetap mentaati aturan dan menindak tegas pelanggaran yang terjadi dengan tegas. Sehingga lulusan perwira POLRI yang akademisi praktisi s1 t.a 2012 den 44 dapat melahirkan perwira yang memiliki sikap, intelektual dan jasmani yang baik demi pelaksanaan tupok POLRI yang jujur, adil, humanis, profesional, akuntabel, disiplin, visioner, dan patuh hukum dapat tercipta.

Kamis, 15 September 2011

Standar Internasional Tentang Korban Kejahatan

            Dalam penanganan korban kejahatan, ada baiknya kita sebagai aparat penegak hukum membahas standar atau instrumen yang dikembangkan oleh PBB. Standar tersebut meliputi :

  • Semua korban kejahatan, korban penyalahgunaan kekuasaan, atau korban pelanggaran hak asasi manusia harus diperlakukan dengan simpatik dan hormat
  • Korban harus memiliki akses pada mekanisme peradilan dan pembayaran ganti rugi secepatnya
  • Prosedur pembayaran ganti rugi harus dilakukan dengan cepat, adil, murah, dan mudah diakses
  • Korban harus mendapat pemberitahuan mengenai hak- hak mereka dalam hal mencari perlindungan dan memperoleh pembayaran ganti rugi
  • Korban harus mendapat pemberitahuan tentang peranan mereka dalam proses peradilan formal, ruang lingkup, waktu, kemajuan, dan disposisi kasus mereka
  • Korban harus diizinkan mengungkapkan perasaan dan pendapatnya tentang semua hal yang mempengaruhi kepentingan pribadi mereka
  • Korban harus memperoleh semua bantuan yang meliputi bantuan hukum, materi, pengobatan, psikologis, dan sosial. Korban juga harus diberitahu bahwa berbagai bantuan tersebut ada dan tersedia untuk mereka
  • Rasa tidak nyaman yang dialami korban ketika proses penanganan kasus berlangsung harus dikurangi
  • Penundaan penanganan kasus korban harus dihindari
  • Apabila memungkinkan pelaku kejahatan harus melakukan restitusi
  • Jika pegawai negeri yang melakukan kesalahan atau kejahatan, maka pemerintah harus bertindak melakukan restitusi
  • Kompensasi finansial arus disediakan oleh pelaku kejahatan. Jika tidak memungkinkan, maka ganti rugi finansial disiapkan oleh negara
  • Polisi harus mendapat pelatihan untuk mengetahui kebutuhan korban, serta mendapat panduan untuk memastikan tersedianya bantuan yang cepat dan memadai.
          Perlakuan yang baik terhadap kelompok yang rentan akan mendorong perlindungan hak asazi manusia secara menyeluruh. Hal ini juga bermanfaat untuk membangun kemitraan polisi dengan masyarakat.
              Pada kenyataan lapangan, ada beberapa kelompok masyarakat yang lebih rentan dari yang lain. Perlakuan buruk yang mereka terima membuat mereka menjadi lebih rentan lagi. Oleh karena itu, polisi perlu memberi perhatian khusus dalam menangani kelompok rentan. Perlakuan terhadap kelompok rentan harus sejalan dengan konsep bahwa polisi memberikan pelayanan yang sama untuk semua orang.

    Rabu, 14 September 2011

    makna fungsi kepolisian secara universal

                Dalam pasal 2 Undang Undang no 2 tahun 2002 tentang POLRI dijelaskan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara  di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
                Dalam pasal 4 Undang Undang no 2 tahun 2002 tentang POLRI dinyatakan bahwa POLRI bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan ketertiban masyarakat, dan tegaknya hukum, terselenggaranya lin, yan, yom masyarakat serta tertibnya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi HAM.
                 Dalam pasal 5 Undang Undang no 2 tahun 2002 tentang POLRI menyatakan bahwa POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara kamtibmas, gakkum, serta memberikan lin, yan, yom kepada masyarakat dalam rangka kamdagri.
                 Secara universal, yang terkandung dalam pasal 2, 4, dan 5 UU no 2 tahun 2002 tentang POLRI terjadi pemadanan, pertukaran dan kerancuan antara fungsi,  peran, dan tujuan polisi. Tetapi fungsi, tujuan dan peran polisi di atas dapat dipandang sebagai misi/ kerangka berfikir yang akan dicapai oleh kekuasaan, otoritas dan akuntabilitas kepolisian. Dengan dipahami misi tersebut akan terbangun koridor di dalam dinamika kekuasaan, otoritas, akuntabilitas yang akan di akomodasikan sekaligus ditetapkan batasnya. Selain itu dapat pula disimpulkan bagi polisi yaitu harkamtibmas merupakan kata kunci dalam melaksanakan tugas.
                 Dari kesimpulan tadi dapat diambil pula hakekat akuntabel yaitu :
    1.  akuntabilitas individu dari masing masing anggota polisi
    2.  akuntabilitas kolektif. misalnya : akuntabilitas membongkar jaringan teroris dari tim gegana
    3.  akuntabilitas kinerja organisasi/ kesatuan. misalnya : akuntabilitas kinerja Polres 

    Kamis, 08 September 2011

    Otoritas anggota POLRI sebagai aparat penegak hukum dan penjunjung tinggi Hak Azasi Manusia (HAM)

                Junjung tinggi HAM adalah salah satu prinsip utama bagi anggota POLRI dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Semangat HAM mau tidak mau harus diperhatikan oleh lembaga POLRI. Apalagi, sekarang ini negara kita sedang banyak sekali dirundung demonstrasi. Baik demonstrasi yang sifatnya mengeluarkan uneg uneg semata, sampai ada yang tindakannya anarkis. Bahkan, di kota besar, terutama Jakarta, tindakan anarkis ini kemudian dilakukan oleh ormas- ormas tertentu.
                Mereka terkadang saling menyerang dan saling memukul. Baku pukul tidak hanya mencederai, tetapi kadang melumpuhkan bahkan mematikan. Alhasil, tindakan anarkis dari ormas- ormas tersebut menjadi menyeramkan dan membahayakan pengguna jalan lain. Kemudian muncul rasa tidak aman. Tuntutan bagi Polisi jelas, mereka harus bisa menata kembali dan membuat situasi aman. Bahkan, masyarakat juga menuntut Polisi bisa membawa individu individu yang terlibat tindakan anarkis tersebut.
                Terlepas dari kenyataan diatas, Polisi bisa mempunyai Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) No 8 tahun 2009 tentang Implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian. Aturan inilah yang kemudian harus ditaati dan dihormati serta dijalankan oleh anggota POLRI.

    Selasa, 06 September 2011

    metode polmas (perpolisian masyarakat) sebagai langkah preventif polri dalam dakgar menuju polisi indonesia yang modern

    posting by Dimitri Mahendra
                Dalam era reformasi dewasa ini, kondisi bangsa Indonesia semakin ditandai dengan masyarakat yang semakin kritis. untuk dapat melayani kepentingan hukum masyarakat, dibutuhkan aparat kepolisian yang profesional dengan bekal skill, intelektual dan tekhnik perpolisian yang sesuai dengan per UU dan segala hukum yang mengikat kode etik profesi anggota kepolisian. dengan semakin ditandai kritisnya masyarakat, modernisasi kepolisian yang modern sangat dibutuhkan untuk menangani dan menanggulangi segala penyakit masyarakat yang sering terjadi. untuk mewujudkan kapabilitas dan keberhasilan tersebut tidak lagi dibutuhkan paradigma perpolisian yang arogan, militeristik dan berbau kekerasan, melainkan polisi yang profesional, humanis, transparan, akuntabel, visioner, jujur, disiplin, dan patuh hukum dengan tetap memperhatikan kode etik profesi POLRI yang tertera dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang POLRI.
                 Seiring dengan perkembangan kemajuan perpolisian Indonesia yang semakin dilakukan oleh POLRI yang menjadi agent of change dengan memperhatikan HAM dan profesionalisme, metode Polmas( perpolisian masyarakat) semakin diterapkan dengan mengadopsi metode perpolisian yang diperkenalkan oleh negara matahari Jepang. metode ini signifikan dirasakan menjadi suatu perubahan positif bagi kepolisian dimana dalam substansi nya melibatkan masyarakat, LSM dan lembaga pam swakarsa masyarakat untuk menangani keamanan dan ketertiban masyarakat. dengan metode polmas yang dilakukan anggota polisi, masyarakat semakin dekat dengan polisi dan tidak lagi polisi menakutkan melainkan polisi sebagai mitra dan sahabat masyarakat. seperti di negara amerika, polisi dianggap sebagai best friend atau biasa dipanggil buddy sebagai wujud respect dan penghormatan masyarakat terhadap anggota polisi amerika. memang sepenuhnya perpolisian indonesia belum sepenuhnya seperti amerika, akan tetapi dengan metode polmas yang semakin dikembangkan polisi indonesia semakin mewujudkan profesionalitas kinerja polisi yang harapannya ke depan penegakan hukum dan pencipta keamanan negeri ini dapat tercapai dengan baik sehingga tercipta situasi kamtibmas. untuk mewujudkan situasi polmas yang baik, sangat dibutuhkan partisipasi masyarakat di dalamnya. sebagai maksud agar pengawasan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum masyarakat dapat diberikan tindakan sesuai hukum perUU. harapannya dengan terciptanya situasi perpolisan masyarakat yang baik, polisi indonesia dapat semakin dicintai di hati masyarakat dan kestabilan negara ini dapat tercapai dengan terciptanya keamanan negara Republik Indonesia sesuai dalam tujuan nasional Bangsa Indonesia.

    Senin, 05 September 2011

    beberapa macam kesalahan yang sering dilakukan oleh pengguna jalan raya dalam berkendara

    1. saat lampu kuning menyala dan masyarakat mempercepat kendaraan. hal ini sering terjadi perdebatan anggota polisi dengan pengendara. biasanya sering ditemukan di persimpangan jika lampu merah menyala lama dan lampu hijau menyala dalam tempo waktu yang sebentar. 
    2. rambu larangan dengan pengecualian waktu. di beberapa persimpangan rambu tersebut sering menjadi tempat pelanggaran masyarakat. si pelanggar terkadang bingung karena rambu yang tertera tidak berukuran besar atau tidak sebanding dengan jarak pandang mata
    3. arah belok kiri jalan terus. ketentuan ini tidak berlaku di semua tempat. dan pelanggaran ini sering terjadi di kota kota besar seperti DKI Jakarta, Bandung, Surabaya yang memiliki rambu rambu lalu lintas yang padat dan hampir sebagian besar masyarakat pengguna jalan raya belum mengerti ketentuan berkendara yang sesuai dengan perUU dimana tercantum dalam UU RI No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Jumat, 02 September 2011

    sebuah perpisahan demi jalani tugas dan pengabdian Rastra Sewakottama sebagai abdi utama masyarakat, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)

    posting by dimitri mahendra

                "Dek, Mas harus pergi sekarang. Tugas dari Sang Merah Putih memanggil Mas. Jaga dirimu baik baik sayang", ucap salah seorang anggota Polisi kepada rekanitanya karena tugas dan tanggung jawab dalam sebuah panggilan BKO menuju daerah konflik operasi Papua Merdeka. Sedih memang terasa, 1 hari pulang, 3 bulan tugas. Hal itu jauh lebih baik, bahkan ada yang tidak kembali karena gugur di medan tugas. Itulah jati diri kami sebagai anggota polisi penegak hukum, pengemban tugas dan tanggung jawab dalam menciptakan keamanan negeri pertiwi tercinta ini sebagai pelindung, pelayan, pengayom masyarakat. Hal yang hakiki dan utama yang pasti dirasakan kepada seluruh sanak keluarga yang menanti kehadiran sang ayah di rumah. 
                 Perpisahan memang harus terjadi. Tetapi individu individu yang tersayang akan selalu terpatri dalam sanubari kami. Teriring dengan doa sanak keluarga bagi sang aparat dalam melaksanakan tugas di medan pertempuran. Jiwa dan raga kami pertaruhkan demi kejayaan dan kedaulatan negeri ku tercinta Indonesia. Harapan dan doa masyarakat selalu terngiang dalam seiring langkah aparat penegak hukum. Kesalahan dalam pelaksanaan tugas memang sering dilakukan, tetapi itu semua niat yang mulia dari kami sang aparat demi terciptanya keamanan negeri ini. Profesionalitas, loyalitas, disiplin, kejujuran, visi, humanisme, keadilan, dan kepatuhan dalam hukum selalu kami pegang teguh dalam setiap langkah kami. Harapan besar dari kami, negeri ini kembali jaya dan mampu menjadi pengayom bagi dunia. Walau umpatan, hinaan, dan cercaan, selalu mengarah kepada kami sang aparat. Kami ikhlas menerima dan leghawa asalkan negeri ini jaya dan keamanan negeri ini terjamin untuk tercapainya tujuan nasional bangsa kita seperti tercantum dalam Pembukaan alinea 4 UUD 1945. Bravo POLRI. Jaya selalu POLRI. Masyarakat menunggu dharma bhaktimu

    Kamis, 01 September 2011

    administrasi intelijen sebagai baket atau info yang relevan bagi pelaksanaan tupok anggota Polri

    posting by dimitri mahendra          
    laks ops ketupat
            era reformasi merupakan era dimana terjadinya perubahan besar dari masa orde baru yang identik dengan militerisme menuju era demokrasi yang mengutamakan kepentingan aspirasi dan pendapat menuju indonesia yang maju. terkait dengan sudah dilaksanakannya reformasi selama kurang lebih 11 tahun pelaksanaan, permasalahan kamdagri merupakan permasalahan yang dianggap paling signifikan bagi anggota kepolisian terkhusus intelijen. perubahan yang terjadi dalam kultur pemerintahan indonesia ini merupakan tantangan yang besar dan kompleks bagi anggota Polri dalam pelaksanaan tugas pokok polri dalam menegakkan hukum, melindungi melayani dan mengayomi masyarakat.
                dalam pelaksanaan tugas anggota kepolisian dibutuhkan sebuah sistem administrasi yang baik dan sistematis terkhusus dalam intelijen. terkait dengan administrasi tersebut adalah dikarenakan kinerja intelijen dinilai dari kualitas produk yang dihasilkan. produk tersebut merupakan sebuah informasi yang akurat. untuk menciptakan administrasi yang baik dibutuhkan pengelolaan/ manajerial informasi yang baik dan anggota yang terlatih dan profesional. proses profesionalisme tersebut dapat diperoleh dengan latihan/ dikjur, pengalaman akan tugas, riset khusus, study kasus dan masih banyak cara yang terkait dengan memperkirakan kekuatan, kelemahan, keberhasilan dan kegagalan sehingga produk yang dihasilkan akan memenuhi kualitas intelijen dan mendukung dalam operasional tupok laks cipta kamtibmas anggota kepolisian.