Selasa, 04 September 2012

Permasalahan Krusial dalam Kepemilikan SIM oleh Warga DKI Jakarta


      Krisis keuangan global yang terjadi saat ini sangat terkait erat dengan kondisi perekonomian amerika yang memburuk. Krisis keuangan yang terjadi di amerika serikat telah berkembang menjadi masalah yang serius. Goncangan yang terjadi pada negara adikuasa tersebut dipastikan telah memberikan dampak terhadap perekonomian dunia. Gejolak perekonomian yang terjadi di amerika serikat telah mempengaruhi stabilitas ekonomi global di dunia. (buku pegangan 2009; penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah hal II-2).
            Kondisi krisis keuangan global dunia berpengaruh terhadap stabilitas perekonomian Indonesia sebagai negara berkembang. Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah dengan naiknya harga minyak dunia yang berpengaruh kepada stabilitas nilai jual beli ekspor impor dunia. Situasi ini menyebabkan harga bahan pokok di Indonesia menjadi naik dan sudah menjadi hal yang mutlak kelangkaan akan suatu sumber daya akan meningkat dan berpengaruh kepada angka kemiskinan yang semakin besar.
            Angka kemiskinan yang semakin banyak, menyebabkan situasi kesenjangan perekonomian dimana suatu stakeholder yang memiliki dana besar semakin mudah untuk memperoleh keuntungan, sehingga yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh masyarakat miskin dan tidak berpendidikan juga akan semakin bertambah. Dengan adanya kriminalitas yang terjadi, maka kehadiran polisi dibutuhkan dalam rangka menegakkan hukum dan menekan angka kriminalitas yang terjadi.
            Berdasarkan UU no 2 tahun 2002 pasal 1 ayat 1 mengatakan bahwa :     Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Definisi tersebut menunjukkan bahwa institusi kepolisian yang dimaksud adalah Polri sebagai pemegang otoritas maupun pemilik kewenangan dalam melaksanakan tugas pokok kepolisian di Indonesia. Definisi tersebut juga dijelaskan bahwa kepolisian adalah fungsi dan lembaga polisi dimana dalam uu no 2 tahun 2002 pasal 2 menjelaskan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
            Untuk menciptakan fungsi kepolisian yang dapat dikatakan berhasil, maka Polri harus dicintai masyarakat. Untuk itulah dengan adanya pemisahan Polri dengan TNI dan dengan diimpelementasikannya UU no 2 tahun 2002 tentang Polri mengubah paradigma Polri dari kultur militeristik menjadi polisi sipil (civilian police) yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
            Paradigma baru polisi yang mencerminkan polisi sipil lebih cenderung caring the people daripada use of force (Satjipto Rahardjo, 2005). Reformasi Polri hanya akan berjalan apabila adanya dukungan dan pengawasan dari masyarakat. Tanpa adanya dukungan masyarakat, harapan masyarakat akan Polri yang mampu memberikan pelayanan yang humanis dan profesional, kinerja yang jujur, tidak berperilaku korup, tidak menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power), dan menegakkan supremasi hukum tidak mungkin akan terlaksana.
            Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH yang dimaksud dengan penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kaitannya dengan UU no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan dan Jalan, penegakan hukum yaitu segala kegiatan dan tindakan Polri agar Undang- Undang dan ketentuan per UUan lalu lintas lainnya ditaati oleh semua pemakai jalan dalam usaha ciptakan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas.
            Berdasarkan Perpres no 52 tanggal 4 Agustus 2010, Ditlantas Babinkam Polri berubah menjadi Korps Lalu Lintas yang berkedudukan dibawah Kapolri, dimana Korps Lantas memiliki tugas pokok 3e + 1i yaitu education, engineering, enforcement, dan registration/identification dimana tupok ini dijalankan untuk mewujudkan kamseltibcar lantas, menurunkan laka lantas, meningkatkan keselamatan, membudayakan tertib lalu lintas, dan meningkatkan kualitas pelayan publik. Hal ini ditegaskan dalam pasal 200 UU no 22 tahun 2009 bahwa Polri bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan dalam rangka mewujudkan dan memelihara keamanan lalu lintas dan angkutan jalan.
            Salah satu upaya Polantas untuk mencegah dan menurunkan angka kecelakaan lalu lintas adalah dengan penegakan hukum. Penegakan hukum represif dalam fungsi lalu lintas dilaksanakan dengan adanya penerapan tilang atau bukti pelanggaran. Bukti pelanggaran adalah denda yang diberikan Polri kepada pengguna jalan raya yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Prioritas penerapan tilang dilakukan kepada pelanggaran lalu lintas yang memiliki potensi fatalitas atau memiliki potensi besar terjadinya kecelakaan lalu lintas. Contoh pelanggaran yang memiliki potensi fatalitas adalah melanggar arus lalu lintas, membonceng penumpang motor lebih dari satu orang, over capacity, dan melanggar lampu merah.
            Berdasarkan data statistik Korlantas Polri yang disampaikan Komisaris Polisi Kristanto Yoga dalam News Metro Siang, Sabtu 25 Februari 2012, Polda dengan jumlah pelaku pelanggaran lalu lintas terbanyak, Polda Metro Jaya menempati urutan pertama dalam jumlah pelanggaran lalu lintas yang dimiliki pada tahun 2011 sejumlah 1.044.144 kasus dan pada tahun 2012 Polda Metro Jaya menempati urutan kedua sejumlah 51.030 kasus setelah Polda Jawa Timur sejumlah 93.213 kasus.
            Faktor penyebab jumlah pelanggaran suatu daerah dipengaruhi oleh faktor geografi atau luas wilayah, geografi atau kepadatan penduduk, dan cara penindakan yang dilakukan oleh Polri. Dimaksudkan cara penindakan disini adalah apabila suatu Polda memberikan penindakan secara represif atau pemberian tilang, maka data jumlah pelanggar akan didatakan ke dalam buku register pelanggaran dan presentase pelanggaran akan bertambah. Fakta yang terjadi di lapangan bahwa tidak semua Polda menerapkan tindakan represif karena mungkin ada yang memberikan penindakan preventif yaitu memberikan teguran kepada pelanggar lalu lintas.
            Berdasarkan data statistik Korlantas Polri yang disampaikan Komisaris Polisi Kristanto Yoga dalam News Metro Siang, Sabtu 25 Februari 2012, menurut jenis kendaraan bermotor yang melakukan pelanggaran lalu lintas, sepeda motor menempati urutan pertama sebanyak 68% dan mikrolet pada urutan kedua sebanyak 10% dari total jenis kendaraan bermotor yang melakukan pelanggaran.
            Sepeda motor dapat menempati urutan pertama dalam jenis kendaraan bermotor yang melakukan pelanggaran lalu lintas karena jumlah sepeda motor di Indonesia saat ini mencapai 70% dari total kendaraan nasional. Menurut pelaku pelanggaran lalu lintas, karyawan swasta menempati urutan pertama sebanyak 54%, pengemudi dan pelajar pada urutan kedua sejumlah masing- masing 13% dari total pelaku pelanggaran lalu lintas.
            Secara das sollen, kecelakaan lalu lintas seharusnya dapat terjadi karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna jalan raya. Jumlah kecelakaan lalu lintas akan bertambah karena kurangnya pemahaman pengguna jalan raya akan aturan hukum dan perundang undangan yang mengatur tentang lalu lintas dan jalan raya. Atau dengan kata lain dengan pengetahuan yang tinggi akan peraturan berlalu lintas berpengaruh terhadap penurunan angka pelanggaran lalu lintas.
            Akan tetapi, secara das sain berdasarkan bukti yang diperoleh dari data statistik Korlantas Polri, pelaku pelanggaran lalu lintas di Polda Metro Jaya sebesar 54% urutan pertama pelaku pelanggaran lalu lintas ternyata dilakukan oleh pegawai swasta yang memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan dianggap memiliki tingkat pendidikan yang tinggi serta tahu akan peraturan lalu lintas. Sementara supir mikrolet dan minibus yang tidak tahu akan aturan lalu lintas, tidak memiliki kelengkapan Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan berperilaku ugal- ugalan hanya mencapai 13% atau tidak lebih besar dari karyawan swasta.
            Permasalahan tersebut merupakan suatu pertanyaan besar terhadap pertanggungjawaban atas kepemilikan Surat Ijin Mengemudi (SIM) yang dimiliki pengguna kendaraan bermotor. Karena kita ketahui bersama, untuk memperoleh SIM, dijelaskan dalam pasal 81 ayat 1 UU no 22 tahun 2009 masyarakat pemohon SIM diharuskan untuk lulus uji kompetensi persyaratan usia, persyaratan administratif, persyaratan kesehatan, dan persyaratan lulus ujian teori, praktik, maupun simulator.
              Melihat dari fakta-fakta di atas, merupakan suatu permasalahan yang sebenarnya harus dipecahkan. Apakah dengan kepemilikan surat ijin mengemudi yang dimiliki pengendara kendaraan bermotor berpengaruh terhadap jumlah angka pelanggaran lalu lintas yang terjadi di DKI Jakarta? Seandaikan tidak berpengaruh, kenapa pelanggaran lalu lintas yang terjadi sebagian besar dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor yang memiliki Surat Ijin Mengemudi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar