Rabu, 11 Januari 2012

Hukum Sebagai Payung Bagi Asal-Usul Kekuasaan

posting by Dimitri Mahendra
I.                   PENDAHULUAN
Peran Polri dalam penegakan hukum terkait masalah penyidikan tindak pidana dalam pemberantasan kasus- kasus kejahatan dalam rangka pemeliharaan keamanan ketertiban masyarakat sangat dipertaruhkan saat memutuskan dan menentukan apakah kasus yang terjadi termasuk dalam tindak pidana atau bukan. Dalam persoalan persoalan yang dihadapi Polri, tidak semua tindak pidana serta merta dapat dilakukan penyidikan oleh Polri, tindak pidana tertentu merupakan tindak pidana aduan, tanpa pihak yang menjadi korban dan atau yang merasa dirugikan mengadu ke Polri, penyidik tidak dapat melakukan proses penyidikan, mengapa? Karena menyangkut hak pribadi orang. Menghadapi situasi yang kritis tersebut, memang kita ketahui bahwa tugas Polri adalah menegakkan hukum. Tetapi apabila tindakan penegakan hukum yang akan diambil Polisi justru akan menciptakan situasi genting dan akan menciptakan kondisi konflik yang baru maka harus diketahui rasa keadilan juga harus ditegakkan karena tugas pokok Polisi sebagai pemelihara keamanan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu haruslah diambil langkah resolusi yang lebih bijaksana selama masih dalam konteks hukum yang sesuai dengan jalur hukum. Kita ambil contoh terkait kasus pencurian sandal yang dilakukan oleh AAL(inisial) di Palu Sulawesi Tengah. Polisi mendapatkan laporan dan menaikkan kasus pencurian barang yang hanya seharga Rp 35.000 tersebut. Apakah yang akan terjadi? Apakah bilamana Polisi menaikkan kasus ke meja hijau yang terbilang sepele tersebut merupakan tindakan atau langkah yang tepat untuk dilakukan?



Rabu, 04 Januari 2012

Grand Strategy Pendidikan Polri pada Taruna Akpol STIK-PTIK detasemen 44 Wiratama Bhayangkara

posting by : Dimitri Mahendra
I.                   PENDAHULUAN
Tanggung jawab dalam suatu kinerja dengan penuh dedikasi, loyalitas, dan kredibilitas dengan profesionalisme, kejujuran, kedisiplinan, kepatuhan terhadap hukum, dengan mengedepankan analisis akademis dan praktis tanpa mengejar pengakuan atau pemaksaan kehendak terhadap masyarakat mutlak dimiliki oleh setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang luhur sebagai seorang abdi masyarakat bagi bangsa Indonesia sebagai seorang pelindung, pelayan dan pengayom masyarakat, penegak hukum dan pemelihara keamanan dan ketertiban nasional.
Kredibilitas kinerja yang optimal yang harus dimiliki oleh anggota Polri terutama bagi para perwira Polri yang bersumber dari Akademi Kepolisian sebagai lembaga pendidikan pencetak kader kader pimpinan Polri juga pendidikan pembentukan perwira Polri selain Akpol haruslah memiliki kualitas personel yang mumpuni dan memiliki kualifikasi yang diharapkan. Dalam kenyataannya di lapangan, tidak semua lulusan dari sekolah pimpinan Polri tersebut melahirkan kader kader yang prima dikarenakan minimnya skill dan pengetahuan masalah kepolisian, hukum dan segala substansi permasalahan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena hal tersebut, tuntutan pendidikan yang lebih tinggi dibutuhkan oleh para perwira pertama lulusan Akademi Kepolisian tersebut untuk mencapai kualifikasi kinerja yang lebih baik dan optimal sebagai aparat penegak hukum yang profesional, mahir, terpuji, dan patuh hukum.
Untuk meningkatkan kredibilitas dan kemampuan kinerja perwira pertama lulusan Akademi Kepolisian tersebut maka dibentuklah sekolah lanjutan kepolisian atau yang disebut pendidikan pengembangan secara berjenjang menurut kepangkatan maupun tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para perwira Polri lulusan Akpol maupun perwira Polri lulusan selain Akpol. Dalam kenyataannya di lapangan, untuk dapat mengikuti pendidikan lanjutan tersebut, masih banyak ditemukan tradisi pungutan liar (pungli) terhadap para perwira yang akan mengikuti seleksi masuk sekolah lanjutan tersebut. Hal ini mendarah daging dan menjadi traditional culture dan mengubah mindset para perwira Polri untuk melakukan pemerasan terhadap masyarakat, menjadi mafia hukum atau makelar kasus dan masih banyak oknum guna mengumpulkan dana dan finansial untuk dapat lolos seleksi dalam mengikuti sekolah lanjutan perwira kepolisian tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan kompleks yang terjadi dalam tubuh internal Polri, maka Kalemdikpol menyusun program grand strategy lemdikpol 2011- 2025 yang selaras dengan grand strategy Polri, revitalisasi Polri maupun birokrasi Polri serta kebijakan pemerintah di bidang pendidikan (sisdiknas).



Minggu, 01 Januari 2012

Reformasi dan Optimalisasi Penegakan Hukum di Kepolisian Negara Republik Indonesia

Disampaikan pada FGD Penegakan Hukum Di Indonesia tanggal 12 Oktober 2011

     Prof J.E Sahetapy dalam catatannya pada newsletter Komisi Hukum Nasional (April 2010) menyatakan bahwa "adil dan ketidakadilan dari hukum, juga kuasa, tetapi juga ketidakberkuasanya hukum", merujuk pada pendapat Prof Algra (1979) yang mengatakan "...recht en onrecht van dat recht, almsede macht, maar ook onmacht van dat recht." Berdasarkan hal tersebut, Prof. Sahetapy mengingatkan kembali bahwa keadilan hukum dapat berarti sebuah ketidakadilan dan kelemahan dalam pandangan masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, realita dalam penegakan hukum seringkali mengabaikan rasa keadilan masyarakat mengingat secara tekstual (substansi hukum) lebih mensyaratkan pada adanya kepastian hukum.
       Selain itu, betapa beratnya tantangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam menegakkan aturan hukum selama ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Prof J E Sahetapy yang menegaskan beberapa tantangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum, yaitu faktor aparat penegak hukum, kompleksnya kriminalitas, serta tingginya tuntutan masyarakat akan kesigapan, kejujuran, dan profesionalisme para penegak hukum. Bahkan juga semakin gencar dan tajam suara- suara yang mengatakan, penegakan hukum dewasa ini sudah sampai pada titik terendah, Masyarakat melihat dengan pesimis kondisi penegakan hukum, sehingga Prof Baharuddin Lopa pernah mengungkapkan "di mana lagi kita akan mencari dan menemukan keadilan". Hingga kini masih banyak suara- suara pesimistik tentang eksisnya suatu sistem peradilan pidana yang terpadu (Integrated Criminal Justice System) yang merupakan sistem hukum di negara kita.
          Berkenaan dengan itu, dalam sistem hukum di Indonesia, struktur adalah institusi dan kelembagaan hukum yang terdiri dari Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, hakim, Lembaga permasyarakatan dan pengacara yang salin terjalin dan saling ketergantungan dalam proses pelaksanaan dan penegakan hukum. Oleh karena itu, struktur hukum akan berjalan dan mencapai hasil yang optimal sangat bergantung pada pelaksanaanya yaitu aparatur hukum dimaksud.
          Polri sebagai subsistem terdepan dari sistem hukum ini sudah barang tentu tidak henti hentinya mendapat sorotan, kritikan, dan hujatan manakala dalam melaksanakan tugas dinilai oleh masyarakat tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya sehingga dituntut adanya perubahan budaya hukum yang mengedepankan tindakan preemtif dan preventif dari pada tindakan represif.
             Dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum, Polri melakukan reformasi dan optimalisasi denga program reformasi birokrasi polri (RBP) Gelombang 1 mulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 yang lalu, dan tahun pertama dari reformasi birokrasi gelombang kedua pada tahun 2010. Tim independen reformasi birokrasi nasional telah melakukan penilaian terhadap pelaksanaan RBP pada bulan Mei Tahun 2010, terhadap 4 (empat) unsur pokok area perubahan, yaitu: quick wins, kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia. Hasil rangkuman penilaian dari tim independen ini menunjukkan bahwa secara rata- rata nilai Polri adalah baik, yaitu sebesar 3.63, dengan kesimpulan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia telah siap untuk melaksanakan reformasi birokrasi. Namun harus secara jujur diakui bahwa masih ditemukan berbagai masalah dan kendala yang sering dialami Polri berkaitan dengan adanya keluhan- keluhan masyarakat mengenai kinerja Polri.
               Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dipandang perlu untuk menyusun langkah strategis dalam rangka meningkatkan peran Polri dalam penegakan hukum di Indonesia, selaras dengan permintaan panitia penyelenggara Focus Group Discussion (FGD), maka ditentukan pokok permasalahan: "Bagaimanakah Reformasi dan Optimalisasi Penegakan Hukum di Kepolisian Negara Republik Indonesia?"