Minggu, 26 Februari 2012

Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan

posting by Dimitri Mahendra
    
     Revolusi pola hidup masyarakat seiring dengan berkembangnya zaman semakin tampak dengan munculnya era industrialisasi dan teknologi infomasi yang kini menjadi basis bagi peradaban manusia. Dengan keberhasilan penguasaan teknologi dan informasi dalam pelaksanaan kegiatan operasional manusia, kegiatan perekonomian menjadi suatu ranah yang mempengaruhi suatu negara menjadi negara industri. faktor tersebut juga memberikan pengaruh yang besar bagi pelaksanaan penerapan sistem hukum bagi pelanggaran tindak pidana.
     Revolusi industri dapat dilihat dari tanda perubahan pola hidup masyarakat yang awalnya menjadikan pola hidup tradisional kekeluargaan menjadi masyarakat yang industrialis individualis. perubahan kultur ini memiliki beberapa akibat bagi kehidupan manusia. bila dilihat dari dampak positif, era industrialisasi menjadikan perekonomian dunia semakin stabil dan mengurangi angka kemiskinan dunia. tetapi era industrialisasi juga memiliki dampak negatif yakni menjadikan pertumbuhan ekonomi yang mengabaikan perekonomian pertumbuhan jangka panjang (sustainable development) yang memperhatikan 3 faktor yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial. dengan kata lain, pertumbuhan perekonomian dapat merusak lingkungan hidup apabila tidak memperhatikan standar alam atau baku mutu seperti yang terdapat dalam pasal 20 UU no 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.
     Untuk mencegah adanya pelanggaran terhadap lingkungan hidup, maka disusunlah UU no 32 tahun 2009 yang merupakan penyempurnaan dari UU no 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Aturan yang secara global mengikat kepada subjek (masyarakat, individu, dan korporasi) memiliki aturan yang akan penulis ringkas menjadi suatu pola pikir yang mudah untuk rekan rekan sekalian pahami. Sebelum suatu subjek pengelola lingkungan hidup/ akan mendirikan suatu korporasi yang berkenaan dengan lingkungan hidup, subjek tersebut harus melakukan langkah langkah sebagai berikut:
1. Amdal yakni analisis mengenai dampak lingkungan (ps 22 UU no 32 tahun 2009) yang merupakan kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan. Di dalam amdal terdapat hal hal yang terkait dengan baku mutu (standar lingkungan) yang harus ditepati oleh subjek pengelola lingkungan.
2. Baku Mutu merupakan standar yang harus dipenuhi oleh subjek pengelola lingkunan sebgai kadar bagi lingkungan hidup dengan memperhatikan kriteria yang merupakan standar higienis lingkungan (pasal 20 UU no 32 tahun 2009). apabila suatu korporasi tidak memenuhi standar Baku Mutu, maka pemerintah akan memberikan suatu audit.
3. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. 
     Apabila suatu subjek pengelola lingkungan hidup memperoleh audit terhadap lingkungan yang merupakan pelanggaran terhadap baku mutu lingkungan, maka kepada subjek tersebut akan dikenakan suatu peringatan dari pemerintah yang berupa teguran tertulis atau paksaan pemerintah yang dinamakan ultimum remidium(pasal 100 uu no 32 tahun 2009). Tetapi apabila dalam pelaksanaan audit yang diberikan pemerintah tidak dapat dilaksanakan dan atau menyebabkan kematian pada makhluk hidup atau menyebakan penyakit pada masyarakat sekitar korporasi maka kepada subjek tersebut akan dikenakan premium remidium dengan sanksi tertinggi berupa pencabutan izin usaha oleh pemerintah dan akan dikenakan pasal pidana lingkungan hidup (ps 97 uu no 32 tahun 2009) yang berisikan ketentuan pidana lingkungan hidup.
dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup, realitas proses penyelesaian sengketa pada badan peradilan melalui litigasi (pengadilan hukum) tidaklah terlalu efektif dengan didasari beberapa asumsi sebagai berikut :
  • memakan waktu yang lama
  • biaya yang tidak murah
  • menimbulkan persoalan baru permusuhan para pihak yang bersengketa
  • terjadinya menang kalah (win lose) terhadap para pihak
     Dengan adanya realitas yang terjadi terhadap penyelesaian perkara pidana melalui litigasi tersebut, sebagian besar perkara lingkungan hidup lebih mengutamakan restorative justice atau dengan menggunakan alternative dispute resolution atau dalam bahasa indonesia nya alternatif penyelesaian sengketa. penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dengan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa (APS) terbukti dapat menghemat biaya, menghemat waktu dan menguntungkan para pihak, terutaman di kalangan pelaku industri. Sebaliknya, jika dibandingkan dengan litigasi dengan waktu yang lama dan biaya yang tidak murah.
     Keunggulan menggunakan APS dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain:
  • faktor ekonomi, kemampuan APS sebagai sarana penyelesaian sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang waktu maupun biaya
  • faktor politik, merupakan perwujudan dari Pancasila berdasar pada musyawarah untuk mufakat
  • faktor budaya, konsep musyawarah ini selain dengan corak negosiasi modern yang dikenal dengan teknik interest based bargaining, yang merupakan corak atau teknik negosiasi modern yang teramat populer diterapkan di berbagai negara.
     APS merupakan ekspresi responsif atau ketidakpuasan penyelesaian sengketa lingkungan melalui litigasi yang konfrontatif dan berlanjut lanjut. metode APS mengadopsi sistem hukum anglo saxion yang diimplementasikan pada amerika yang menjadikan pengambilan keputusan menggunakan kebiasaan. kebiasaan dalam hal ini adalah menggunakan faktor sudut pandang yang telah dijelaskan tadi sebagai bentuk sosio kultur yang memperhatikan aspek kriminalitas dan reaksi masyarakat karena persoalan lingkungan hidup  adalah persoalan yang dekat dengan ilmu pengetahuan yang memerlukan jastifikasi ilmiah.
     Metode penyelesaian APS :
  • negosiasi, upaya penyelesaian sengketa oleh para pihak tanpa melalui proses peradilan. dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif
  • mediasi, cara untuk memperlancar perundingan penyelesaian lingkungan hidup yang didasarkan pada kesepakatan atau persetujuan bersama para pihak yang bersengketa dengan dibantu pihak ketiga yang disebut mediator
  • konsiliasi, pihak ketiga yang betral sebagai penengah yang mempunyai kewenangan memutus yang bersifat pasif
  • arbitrase, pihak ketiga yang netral berfungsi sebagai penengah juga sebagai pemutus, final dan mengikat sengketa
     Dengan adanya APS, diharapkan penyelesaian sengketa lingkungan tidak memerlukan waktu yang lama, biaya yang mahal dan win win solution. tetapi apabila perkara pidana lingkungan hidup sudah menyebabkan kematian atau penyakit bagi masyarakat sekitar, maka upaya premium remidium perlu dilakukan untuk penegakan hukum sebagai fungsinya menciptakan dan memberikan rasa keadilan pada masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar